Menlu Yaman Ahmad Bin Mubarak Kecam Sikap Kelompok Houthi yang tak Ingin Perpanjang Gencatan Senjata

Menteri Luar Negeri Yaman Ahmad bin Mubarak mengecam kelompok Houthi yang belum bersedia memperpanjang jeda konflik atau gencatan senjata meski telah dilobi oleh Perserikatan Bangsa-bangsa.

Sebelumnya utusan PBB mengunjungi pemerintahan penyelamat bentukan Houthi di Sanaa untuk membicarakan perpanjangan gencatan senjata.

Namun upaya ini mengalami kebuntuan usai beberapa syarat yang dibuat kelompok Houthi dianggap gagal dipenuhi oleh pemerintahan sah Yaman di bawag kepemimpinan Rashad Al Alimi.

Di antara syarat yang belum terpenuhi adalah agar pemerintah Yaman membayar tunggakan gaji pegawai ASN di Sanaa dan wilayah yang diduduki Houthi.

Menurut pemerintah, karena tuntutan untuk membuka blokade ke pelabulan Al Hudaydah sudah disanggupi, maka seharusnya pemerintah Sanaa abentukan Houthilah yang harus membayarkannnya melalui pendaan bea masuk dan pajak lainnya.

Sementara itu, pemerintah Yaman juga menyebut bahwa kelompok Houthi belum membuka blokade ke kota Taiz ketiga terbesar di Yaman sehingga menyengsarakan penduduknya.

Jalan nasional ke kota Taiz dikuasai oleh kelompok Houthi sehingga warga harus melintasi jalan tikus yang belum beraspal untuk menjadi jalur hilir mudik keluar masuk komoditas pangan dan lainnya.
Kelompok Houthi juga dinilai tidak pernah secara utuh menerapkan gencatan senjata karena pasukan pemberontak itu terus melakukan upaya merebut desa-desa di garis depan meski tidak masif.

Sementara itu pemerintah Yaman yang kini sering berkantor di Marib menyebut bahwa usai waktu gencatan senjata berakhir, pihaknya telah memobilisasi pasukan mereka ke perbatasan Marib dan Sanaa untuk menghalau kemungkinan pergerakan kelompok Houthi.

Di lain pihak, pemerintah juga terus mengalami perpecahan internal secara politik ketika milisi STC Yaman Selatan yang berpusat di Aden terus melebarkan wilayah kekuasaan mereka di Shabwa dan Hadramaut.

STC yang juga merupakan koalisi pemerintah menganggap semua pasukan pemerintah seharusnya berada di garis perbatasan dengan Houthi sehingga keamanan di daerah selatan yang tidak dikuasai kelompok Houthi sepenuhnya diserahkan kepada warga setempat seperti pasukan pertahanan Shabwa, Hadramaut, Abyan dan lain sebagainya.

Namun karena penguasaan seuah daerah berhubungan dengan pemasukan negara khususnya soal pajak, maka jika semakin banyak wilayah selatan berada di tangan STC maka semakin berkurang pendapatan negara yang selama ini hanya bergantung kepada negara donor seperti Arab Saudi.

Sementara itu, pemerintahan Houthi menuduh pihak-pihak yang melakukan transaksi perdagangan minyak dan gas kepada pemerintah merupakan upaya pencurian minyak secara ilegal.

Hal itu karena meski Houthi mengakui pemerintahan yang sah, namun merasa legitimasinya kurang dalam melakukan transaksi ekonomi dengan pihak luar.

Houthi mengancam akan menghukum dan manarget pihak yang mereka anggap mencuri SDA Yaman.

Sikap ini tentu akan memancing pemerintah untuk menutup kembakli pelabuhan Al Hudaydah yang menjadi satu-satunya pintu masuk dari laut ke wilayah Houthi.

Share on Google Plus

About Admin

Berita Dekho (www.beritadekho.com) merupakan media nasional yang pada awalnya didirikan untuk mempromosikan potensi alumni Indonesia yang pernah kuliah dan menimba ilmu di India dan negara-negara Asia Selatan. Lihat info selanjutnya di sini

0 comments:

Post a Comment

loading...