Lembaga Wakf India atau Wakf Board kembali disomasi oleh sejumlah organisasi Muslim karena dinilai diskriminatif.
Pasalnya, India disebut hanya mempunyai peraturan mengenai wakaf kepada orang Islam saja. Seharusnya, lembaga mirip kewakafan juga harus diterapkan ke agama lain atau wakaf board dihapuskan dan dikembalikan kepada ummat Islam untuk mengurusnya.
Lahirnya wakf board pada awalnya untuk mengurui properti, masjid (yang tidak diurus oleh lembaga purbakala atau situs bersejarah) dan wakaf lainnya yang diniatkan oleh warga India. Namun wakf board ini dikelola oleh negara atau badan di bawah kendali negara.
Banyak hal positif dari berdirinya wakf board ini. Salah satunya adalah adanya kejelasan hak milik peninggalan umat Islam termasuk lembaga sekolah, masjid, mushalla dan tanah sekitarnya sehingga terbebas dari penggarapan ilegal oleh pihak yang tidak berkepentingan.
Hal positif lainnya, wakf board kini menjadi lembaga ketiga terbesar yang menguasai tanah dan properti di India setelah kereta api dan kementerian pertahanan.
Ini membuat wakaf board dapat dengan mandiri menggaji para imam dan dan pengurus masjid bahkan dengan penghasilan yang lebih tinggi dari yang lain.
Tak jarang masalah gaji ini menjadi isu yang selalu dinaikkan oleh kalangan non Muslim karena mengira pemerintah India yang dikuasai partai garis keras Hindu mengistimewakan umat Islam.
Namun di lain sisi, umat Islam juga melihat bahwa wakf board punya sisi negatif yaitu tingginya intervensi pemerintah dalam kepengurusannya.
Bahkan tak jarang wakf board dituduh ikut mendanai atau mendukung politikus tertentu yang nota bene sangat anti Islam dan tidak berpihak pada kemaslahatan ummat.
Lembaga ini juga dituduh tidak terlaku ngotot untuk mempertahankan status wakaf. Misalnya ketika sekelompok Hindu atau pemerintah ingin mengambil alih dan mengubah fungsi masjid, wakf board dinilai selalu mengalah atau menjadi pihak yang kalah karena keputusan politik.
Padahal kelompok garis keras Hindu dan pemerintah tak berani mengambil alih gereja atau kuil sesuka hati karena properti tersebut tercatat sebagai milik swasta bukan lembaga pemerintah.
Hal negatif lainnya adalah pemerintah menjadi terlibat mengadu domba umat Islam karena bisa menganakemaskan imam tertentu dari yang tidak disukai pemerintah untuk mengurus sebuah masjid.
Kepengurusan wakf board juga rentan diadu antara yang Sunni dan Syiah kecuali di daerah tertentu sudah ada wakf board versi Syiah dan Sunni secara terpisah.
Itu belum termasuk jika sebuah properti yang diwakafkan oleh pewaris yang masih bersengketa. Wakaf board cenderung untuk menang jika mendukung salah satu ahli waris yang ingin menjadi pewakif.
Akibatnya banyak harta warisan di India jatuh ke tangan wakf board sehingga membuat warga Muslim yang kehilangan properti jatuh miskin khususnya anggota keluarga yang kalah di pengadilan.
Namun tidak semua masalah ummat di India diurusi wakf board. Kelompok Syiah Ismailiyah Bohra di Mumbai misalnya mempunyai wakf board sendiri bersifat internal sehinggga properti ummatnya tidak jatuh ke lembaga negara jika terjadi perselisihan.
Begitu juga sekolah atau masjid yang sejak awal memang terdaftar sebagai milik yayasan dengan jelas bukan milik pemerintah.
Beberapa eks kerjaan Islam di India misalnya mempunyai yayasan untuk mengatur dan mengelola harta warisan kerajaan dalam bentuk yayasan. Untuk yang punya lokasi strategis biasanya dikelola secara komersil dengan swasta lainnya seperti Taj Hotel dan penyedia layanan perhotelan lainnya.
Namun tetap saja ada banyak properti yang tidak dalam kendali yayasan milik keluarga eks kerajaan tersebut seperti mushalla dan masjid untuk para musafir yang dulunya dibangun secara urunan oleh penginfak ritel yang tak tercatat namanya dan sudah tidak diketahui pengelolanya.
Properti seperti ini akan menjadi milik wakaf board. Sementara properti situs bersejarah yang kerajaannya sudah lama hilang baik istana maupun masjid biasanya dikuasai oleh lembaga purbakala India dan dijadikan situs wisata.
Pemasukan dari tiket dimiliki sepenuhnya oleh lembaga pariwisata dan menjadi pendapatan negara. Masjid yang ada di kawasan wisata ini biasanya dilarang untuk kembali dijadikan tempat salat baik oleh warga sekitar maupun oleh wisatawan.
Beda misalnya dengan situs Hindu. Kuil kuno akan difungsikan kembali dan cenderung diberikan kepada ummat Hindu untuk dikelola.
Fenomena wakaf board ini mirip dengan pengelolaan haji yang mempunyai campur tangan pemerintah yang ketat.
Pada awalnya, keterlibatan pemerintah sangat dihargai karena memberi kemudahan sehingga biaya pengurusan dan keberangkatan haji menjadi lebih murah. Pemerintah juga diuntungkan khususnya menambah pemasukan maspakai milik pemerintah.
Belakangan pemerintah dikuasai oleh partai Hindu fundamentalis sehingga berbagai kemudahan itu dianggap sebagai subsidi. Ketika subsidi tersebut dicabut biaya haji menjadi mahal sehingga berangkat haji melalui swasta menjadi lebih murah.
Untung saja pemerintah India belum membentuk lembaga zakat negara yang mengurusi infak dan zakat. Maka itu akan meningkatkan tekanan kepada ummat karena bisa saja ditimbulkan persepsi dan ditakut-takuti bahwa yang tidak membayar zakat kepada lembaga negara dianggap membayar zakat ke teroris.
Sementara itu, ketentuan serupa tidak bisa diterapkan kepada kelompok Syiah karena sejak awal mereka membayar zakat hanya kepada imam mereka sendiri.
Untuk Syiah Nizari Ismaili pemimpinnya adalah Aga Khan IV yang disebut kini mengelola harta ummat Nizari sebesar 13,3 miliar dolar AS secara global dari pusatnya di Lisbon, Portugal. itu belum termasuk yang dikelola oleh pengurus cabang di berbagai negara. Di India properti mereka dikelola dari Mumbai, India.
Sebelum Mumbai, pusat Nizari terletak di Kerman, Iran setelah runtuhnya Syiah Fatimiyah Ismailiyah di Kairo. Universitas Al Azhar di Mesir dulunya adalah harta wakaf Fatimiyah.
Pengelolaan ini membuat Aga Khan IV sebagai salah satu imam terkaya di dunia dengan harta pribadi sekitar 800 juta dolar AS.
Sebagai perbandingan Imam Khamaeni di India diperkirakan mengelola ZIS publik Iran sebesar 90-200 miliar dolar AS sementara imanmnya Houthi di Yaman kelola 30 miliar dolar AS lebih. Muhammadiyah di Indonesja yang dianggap paling tajir mengelola aset 300-400 triliun rupiah yang kira-kira sebesar 19-20 miliar dolar AS.
Sementara Syiah Ismailiyah versi Daudi Bohra juga menjadikan Mumbai di India sebagai pusat global sebagaimana Syiah-12 menjadikan Qom, Iran, sebagai pusat.
Kelompok Syiah Bohra tidak getol membangun masjid atau sekolah. Mereka akan membangun mall seperti Saifee Burhani di Mumbai yang didalamnya pedagangnya semuanya adalah Syiah Ismailiyah yang dilengkapi apartemen untuk anggota atau publik yang disewakan secara komersil.
Di dalam mall tersebut mereka membangun sekolah, masjid dll. Properti yang dikelola Syiah Ismailiyah Bohra diyakini cukup besar termasuk investasi mereka di Kenya dan negara Afrika Timur. Namun motto mereka adalah Jangan Tonjolkan Harta dan Ilmu kepada Orang Lain.
Hal yang sama juga dilakukan oleh kelompok lain seperti Ahmadiyah, Barelwi dan jamaat sufi tertentu dan lain sebagainya.
0 comments:
Post a Comment