Begini Seharusnya Rancangan Peta Pakistan Sebelum Partisi India

Choudry Rahmat Ali seorang pejuang kemerdekaan di British India menerbitkan beberapa usulan pamflet di mana dia mendaftarkan dirinya sebagai " Pendiri Gerakan Nasional Pakistan".

Saat itu Inggris menyatakan tak mampu lagi memerintah India dan para tokoh India diminta menyiapkan rencana merdeka. Inggris kemudian melakukan partisi atau pembelahan India menjadi Muslim dan Hindu.

Dalam pamflet itu Ali telah menambahkan berbagai peta anak benua dengan nama-nama potensial yang mungkin dimiliki oleh negara baru yang diusulkan menurutnya. Haideristan, Siddiqistan, Faruqistan, Muinistan, Maplistan, Safiistan dan Nasaristan adalah beberapa nama tersebut. Negara-negara Safiistan dan Nasaristan diusulkan pada peta Sri Lanka yang saat itu juga merupakan bagian dari Inggris.


Dalam petanya dia menamai anak benua India yang Muslim sebagai 'Pakasia' dan lebih sering sebagai 'Dinia', (anagram dari "India" dengan posisi 'd' berubah). 

Dinia diwakili dengan dependensi Pakistan, Osmanistan (mewakili Hyderabad Deccan dan daerah sekitarnya, saat itu sebuah negara semi merdeka kepangeranan/princley state) dan Bangistan (mewakili Benggala). 

Dia mengusulkan bekas provinsi Muslim Benggala Timur dan Assam di India Timur menjadi Bangistan, sebuah negara Muslim merdeka untuk Muslim Bengali, Assam, dan Bihari. Dia mengusulkan Negara Pangeran Hyderabad , untuk menjadi monarki Islam yang disebut Osmanistan.

Ali juga mengganti nama laut di sekitar anak benua India, dan menyebut laut di sekitar daratan Dinia sebagai laut Bangian, Pakian, dan Osmanian yang merupakan nama yang diusulkannya untuk Teluk Benggala, Laut Arab, dan Samudra Hindia. 


Peta geografis alternatif anak benua ini diikuti dengan penyebutan posisi Chaudhry Rehmat Ali sebagai "pendiri Gerakan Nasional Siddiqistan, Nasaristan, dan Safiistan".

Namun yang terjadi adalah di luar rencana ini. Princely state tidak menjadi bagian dari referendum dan hasilnya Pakistan mendapat wilayah yang lebih kecil dari yang direncanakan.

Beberapa princely state yang Islam juga akhirnya diinvasi oleh India yang sudah pisah dari Pakistan.


India yang termasuk Pakistan dan Bangladesh bisa disebut 'Uni Eropa yang Hilang' karena negara ini terdiri dari puluhan negara saat era penjajahan Inggris.

Saat India (termasuk termasuk Pakistan dan Bangladesh) merdeka, saat itu diaperkirakan negara yang baru itu hanya konfederasi.

Misalnya India hanya konfederasi dari banyak negara di dalamnya sebagaimana 'super state' Uni Eropa saat ini. Begitu juga Pakistan adalah konfederasi negara Muslim di India, dapat dianalogikan sebagai Eropa Timur.

Namun yang terjadi adalah India dan Pakistan merdeka menjadi dua negara terpisah yang masing-masing hanya punya satu perwakilan di PBB. 

Jika meniru Uni Eropa, setiap negara di dalamnya tetap mempunyai perwakilan masing-masing di PBB meski Uni Eropa juga punya wakil tapi tidak dalam katagory state.

Momen partisi India dan Pakistan dan kemerdekaan keduanya mirip jika Amerika Serikat menarik diri dari Eropa dan semua negara di Eropa menjadi satu atau dua negara saja.

Akibatnya, banyak infrastruktur negara-negara yang sudah eksis lama itu tidak berfungsi lagi. Ini menjadi salah satu alasan mengapa India (serta Pakistan) lama bangkit dari segi ekonomi usai merdeka dari Inggris.

Padahal banyak negara princely state itu seperti Hyderabad dll sudah sangat makmur sebelum India dan Pakistan merdeka.

Malaysia belajar dari pengalaman ini sehingga tidak membubarkan kerajaan dan kesultanan saat merdeka. Justru diperkuat dengan memberi giliran para raja menjadi Raja di raja di Malaysia. Malaysia juga mengalami partisi saat Singapura memisahkan diri.
Share on Google Plus

About peace

Berita Dekho (www.beritadekho.com) merupakan media nasional yang pada awalnya didirikan untuk mempromosikan potensi alumni Indonesia yang pernah kuliah dan menimba ilmu di India dan negara-negara Asia Selatan. Lihat info selanjutnya di sini

0 comments:

Post a Comment

loading...