Akibat Terlalu Sering Revolusi, Banyak Properti di Yaman Pindah-pindah Kepemilikan dalam Waktu Singkat

Yaman merupkan negara yang mengalami banyak revolusi dan penggulingan pemerintahan.

Tidak hanya di era belakangan, sebelum Ottoman Turki dan Inggris berkuasa di kawasan, saling caplok negara tetangga yang berujung penyitaan harta pihak yang kalah (ghanimah) juga terjadi sebelumnya.

Sebagaimana terjadi dengan invasi dan peleburan Negara Al Amoudi oleh Kesultanan Al Quaiti.


Mirip seperti kasus harta kerjaan dan kesultan di nusantara dan Indonesia sekarang yang dulunya disita atau tepatnya dijarah Belanda. 

Saat Belanda dikalahkan Perancis, harta tersebut pindah tangan ke Perancis. Hingga akhirnya Belanda dikalahkan Jerman dan sekutu AS dkk. Sehingga kemungkinan harta perbendaharaan kesultanan itu kini berada di berangkas AS setelah menyita dari Jerman di PD II.

Belakangan AS juga menguras harta kekayaan Iran berupa emas batangan dan berangkas perbankan saat invasi Irak kedua yang mengakibatkan kejatuhan Saddam Hussein pada Perang Teluk II.

Begitu juga yang terakhir, cadangan devisa Afghanistan disita AS usai naiknya IEA Taliban berkuasa.

Saat Kerajaan Syiah Zaidiyah Mutawakkiliyah Yaman memerdekakan diri dari Ottoman Turki, banyak harta Ottoman yang kemudian disita dan diambilalih okeh kerajaan. Kadang termasuk rumah dan properti pendukung.

Lalu ketika kelompok republik menggulingkan kerajaan tahun 1960-an, harta kerajaan disita pemerintahbyabg baru itu. Salah satu pegawai yang mengelola saat itu adalah Ali Mohsen Al Ahmar yang karir terakhirnya adalah Wapres Yaman, sepupu jauh dari mantan Presiden Abdullah Saleh.


Hal yang sama terjadi di selatan Yaman. Sebuah revolusi membuat sekitar 20 kesultanan dan keemiran di Uni Emirat Arabia Selatan dihapuskan dan harta benda kerajaan, cadangan bank dan pendukungnya disita menjadi milik negara Yaman Selatan yang baru berdiri.

Konglomerasi HAS di Aden saat itu disita dan pemiliknya diusir. Padahal itu sebuah perusahaan swasta.

Itu belum termasuk sekitar enam kesultanan dan keemiran di Negara Konfederasi Hadramaut yang dikenal lebih kaya dan makmur. Semuanya disita dan dilebur menjadi Yaman Selatan.

Sampai sekarang, salah satu keturunan Sultan di Hadramaut masih menginginkan harta benda mereka yang dulu disita untuk dikembalikan, seperti Negara Al Katiri.


Belakangan, saat Yaman Utara dan Selatan bergabung tahun 1990-an banyak harta sitaan dari selatan yang pindah tangan menjadi milik negara Yaman yang baru.

Namun usai terjadi lagi separatisme Selatan tahun 1994, banyak harta kepemilikan warga separatis Yaman Selatan yang disita. Sebagian besar harta itu dikelola oleh keluarga Presiden Abdullah Saleh.

Maka tak heran kekayaan Presiden Abdullah Saleh disebut pernah mencapai 64 miliar dolar AS karena merupakan akumulasi harta sitaan sejak Ottoman, era Kerajaan, Kesultanan, Keemiran dan eks Yaman Selatan dulunya.


Belakangan kelompok Houthi berkuasa di Sanaa dan kembali menyita harta Abdullah Saleh dan dan pejabat pemerintah lainnya.


Pada saat berdirinya Dewan Transisi Selatan (STC) yang menjadi pemerintahan de facto juga muncul tuntutan agar semua bekas harta negara Yaman Selatan dipulihkan termasuk yang sudah dikuasai keluarga Abdullah Saleh.


Akhirnya STC melakukan penyitaan kembai termasuk kas negara pemerintahan Yaman yang sah saat terjadi konflik. Sebelum keduanya akhirnya berdamai di Riyadh.

Pemerintah yang sah dan pejabatnya termasuk dari Partai Islah berjanji akan merebut kembali Sanaa dari tangan Houthi karena banyak dari harta mereka yang disita Houthi.

Kebanyakan merupakan harta yang dikumpulkan semasa hidup bukan dari sitaan dari berbagai revolusi sebelumnya.

Share on Google Plus

About Admin2

Berita Dekho (www.beritadekho.com) merupakan media nasional yang pada awalnya didirikan untuk mempromosikan potensi alumni Indonesia yang pernah kuliah dan menimba ilmu di India dan negara-negara Asia Selatan. Lihat info selanjutnya di sini

0 comments:

Post a Comment

loading...