Pada Desember 2021 lalu, Presiden Vladimir Putin resmi meneken peraturan untuk menanggalkan kedaulatan beberapa negara yang tergabung dalam Federasi Rusia seperti Tatarstan dan Chechnya.
Sebelumnya beberapa republik dan setingkat, masih dipimpin oleh seorang dengan gelar presiden. Namun dalam peraturan baru tersebut, istilah presiden diganti dengan kepala daerah atau kepala pemerintaha republik.
Usai disintegrasi Uni Soviet demam kemerdekaan dan kedaulatan penuh pernah terjadi di dalam Rusia baik di Tatarsatan dan Chechnya.
Tahun 1992, Tatarstan mengadakan referendum dengan 62 persen setuju merdeka dan berdaulat penuh.
Akan tetapi Tatarstan tetap setuju menjadi bagian dari 'Pakta Rusia' merujuk pada istilah Pakta Warsawa yang mana posisinya lebih sebagai observer di Federasi Rusia karena Kazan dalam membuat hubungan internasional dengan beberapa negara luar.
Walau begitu Tatarstan belum pada tahap mendirikan pasukan sendiri sebagaimana Chechnya yang pernah berdaulat penuh walau tanpa pengakuan kebanyakan negara internasional.
Sebagaimana diketahui, tentara Chechnya berhasil dikalahkan oleh Kremlin dan Republik Chechnya kembali menjadi bagian dari Federasi Rusia.
Pada awalnya Chechnya masih dipimpin oleh seorang Presiden dan belakangan diganti istilahnya menjadi kepada negara atau kepala republik yang ekuivalen dengan istilah kepada daerah di Indonesia.
Walau gelar kepresidenan dihapus, seorang kepala republik di Rusia masih membawahi kabinet atau kementerian yang diketuai seorang perdana menteri.
Dalam sistem politik Indonesia, perdana menteri republik di Federasi Rusia mirip dengan posisi Sekda dan posisi kementerian mirip dengan kadis-kadis.
Chechnya menerima perubahan tersebut namun sulit bagi Tatarstan untuk menerima daerag tersebut didegradasi menjadi hanya sebuah daerah di Rusia.
Parlemen Tatarstan yang mempunyai konstitusi berdasarkan referendum 1992 menolak keputusan Kremlin. Kazan ingin Tatarstan diberi pengecualian untuk tetap menggunakan istilah presiden untuk kepala negara mereka.
Kisah yang mirip terjadi di India saat New Delhi melucuti otonomi Kashmir yang mana sebenarnya tidak pernah secara resmi bergabung menjadi bagian dari India.
Perlawanan terus dilakukan oleh warga karena New Delhi tidak lagi menghormati kesepakatan yang sebelumnya dibuat agar Jamu and Kashmir bersedia berada dalam negara India.
Namun bukan hal pertama bagi India melakukan ini, sejumlah negara Islam sepeti Bhopal, Hyderabad diduduki langsung oleh New Delhi meski mereka tak bersedia bergabung dengan India pada tahun 1950-an.
0 comments:
Post a Comment