Cara Perantauan Batak Membangun Kampung Halaman

ilustrasi diaspora
BeritaDEKHO - Peran perantau dalam membangun kampung halaman tidak saja terjadi pada perantauan Tiongkok di berbagai negara, tapi juga di tempat lain.

Namun begitu, kesungguhan perantau Tionghoa menjadikan Tiongkok sebagai kekuatan ekonomi terbesar di dunia patut diacungkan jempol.

Pemerintah Tiongkok bahkan memberikan kemudahan bila perantau ingin investasi ke tempat leluhur mereka. (baca)

Cara ini telah lama ditiru oleh India, Arab dan lain sebagainya.

Baca: Presiden Jokowi Berharap Indonesia dapat Manfaatkan Revolusi Industri 4.0

Untuk tingkat lokal bisa dilihat bagaimana kegigihan warga perantauan Minang untuk investasi kembali membangun kampung halaman. Mulai dari gerakan seribu, sepuluh ribu maupun seterusnya.

Bugis, Jawa, Papua dll juga melakukan hal yang sama dan begitu juga para perantauan orang-orang Batak, khususnya yang mengaku sebagai orang Batak di antara Mandailing, Toba, Karo, Pakpak, Simalungun, Gayo, Alas, Lubu dan lain sebagainya.

Banyak yang menilai, walaupun telah menjadi program pemerintah Joko Widodo, pembangunan besar-besaran infrastruktur Danau Toba dan sekitarnya tidak luput dari lobi perantauan di Jakarta.

Saat ini ada dua orang Batak yang menjadi pembantu Presiden Jokowi di kabinet.

Selain kalangan pejabat dan birokrat, para pengusaha Batak yang tergolong papan atas dengan aset triliunan, juga mulai melirik pelung investasi di kampung halaman.

Baca: Perusahaan orang Batak dari Riau Investasi di Balige, Tobasa

Sektor yang diincar adalah pariwisata, properti, infrastruktur, pertanian dan lain sebagainya.

Begitu juga para pengusaha lebih kecil, biasanya mereka berkumpul dalam sebuah organisasi, asosiasi atau perkumpulan keluarga, yayasan dll untuk membuat program pembangunan kampung halamannya.

Baca: Program Martabe untuk Membangun Desa

Tapi, peran pembangunan kampung halaman tidak saja didominasi oleh perantauan. Mereka yang tinggal dan berdomisili di kampung halaman juga mempunyai peran penting.

Dalam sebuah perbincangan dengan Ust Ahmad Jubeir Marbun, seorang warga Pakkat yang pernah mengenyam pendidikan di India, mengatakan bahwa pembangunan kampung halaman justru banyak dimotori oleh masyarakat sekitar.

Kini infrastruktur sekolah desa negeri maupun swasta, jalan, lembaga pendidikan dan lain-lain sudah lebih baik.

Baca: Jaringan Sekolah Chairul Tanjung dari Medan Hingga Jawa

Sehingga menurutnya, rencana keluarganya seperti yang dicitacitakan oleh almarhum ayahandanya Mahmun Syarif Marbun untuk mendirikan Universitas Pakkat tidak perlu dilakukan dengan cepat tapi mengikuti perkembangan zaman dan permintaan pasar.

Jubeir merupakan putra tertua almarhum yang juga dikenal bernama Jureman Marbun, alumni Pesantren Musthafawiyah Purba Baru. Dia merupakan adinda dari Buya Syeikh Ali Akbar Marbun, Rais Syuriah PBNU dan pengasuh Pesantren Al Kautsar Al Akbar, Medan dan Lae Toras, Humbang Hasundutan.

Baca: Cerita Mahmun Syarif Menimba Ilmu di Purba Baru
Dia memilih untuk kembali berdomisili di kampung halaman setelah bertahun-tahun tinggal di Bangalore, India. Semuanya demi memajukan desa tempat kelahirannya.

Bersama adik-adiknya, Ust. H Julkifli Marbun, MA, Ust. H. Yusuf Marbun, MA yang keduaanya juga alumni India serta Ust. Julkarnaen Marbun, mereka mendirikan konsep Pesantren Siniang, sebuah lembaga nonformal untuk menaungi berbagai kegiatan keluarga di kompleks Masjid Siniang, Pakkat, Humbang Hasundutan.

Dengan konsep pembangunan berkesinambung, pria yang pernah mengajar di lembaga pendidikan keluarga, Pesantren Al Kautsar Al Akbar, Lae Toras dan caleg PPP sebelum menjadi guru ASN ini mulai membeli tanah dan membangun desanya tahap demi tahap.

Diapun menunjukkan sebidang tanah di Parmonangan Pakkat sebagai tambahan yang sudah ada di Lae Toras. Belum diceritakan proyek apa yang akan dibangun tapi dia menjelaskan kerja sama harmonis antar saudaranya di kampung dan perantau mutlak dilakukan demi kemajuan bersama.

Baca: Mengenal Masjid Siniang

Hal itu ditunjukkann saat membeli pertapakan rumah di Parmonangan dengan kepemilikan berbagi dua, setengah dibayarinya dan setelangah lagi dibayarkan adiknya. Walau saat itu dia dan istrinya sudah sama-sama PNS.

Untuk mewujudkan cita-citanya dan keluarga, dia tak sungkan-sungkan untuk bersikap sederhana. Saat anak-anak muda di Pakkat lebih memilih membeli Alphard atau minimal Fortuner, dia tak risih mengendarai Kijang lamanya. Tak terlalu perduli dengan tertawaan sejawatnya.

Baginya, kenyamanan sesaat tak sebanding dengan kemajuan desa dan keluarganya dalam jangka panjang. Kini keluarganya mengelola berbagai usaha di antaranya, properti, toko, perhiasan dan lain sebagainya yang dibutuhkan oleh warga.

Baca: Kekayaan Tambang di Humbang Hasundutan

Konsep pembangunan tumbuh atau pembangunan berkesinambungan dengan kearifan lokal (baca: Makna dan Manfaat Hidup Sederhana) memang menjadi kunci utama hidup dalam masyarakat rural maupun agraris.

Walau, ada juga yang memilih jalur cepat. Di luar Humbang Hasundutan, misalnya, banyak warga bekerja sama dengan lembaga nasional untuk membuat perubahan.

Seperti pembangunan Rumah Tahfiz di Toba Samosir yang dilakukan bersama Rumah Quran Violet yang berskala nasional. Begitu juga dalam pembangunan lembaga pendidikan lainnya seperti pesantren, sekolah dan lain sebagainya.

Baca: Ini Beberapa Rumah Tahfiz di Toba Samosir

Cerita yang lain juga diungkapkan oleh seorang warga Mansius Marbun yang dikenal dengan sebutan Salippotpot.

Dia beranggapan membangun desanya sama dengan juga membangun mereka yang di perantauan.

Kakek yang sudah mempunyai beberapa cucu ini mempunyai adik laki-laki maupun perempuan yang sukses di perantauan.

Menurutnya kesuksesan di perantauan tidak akan lengkap bila tak pulang singgah ke kampung halaman.

Untuk itulah, dia membuat serangkaian pembangunan di tanah warisan ayahanda mereka di Siniang. Dengan harapan, suatu saat kelak saudara perantau dapat tinggal dengan nyaman.

Selain itu, bangunan rumah-rumah yang dia dirikan dapat juga difungsikan sebagai homestay bagi wisatawan atau disewakan kepada warga menunggu saudara perantau yang pulang.

Mansius merupakan tipikal warga yang mencintai saudara-saudaranya di perantauan, diapun tak ingin memberatkan mereka atau membuat mereka malu saat pulang ke kampung halaman dan melihat sarana dan prasarana tak sebaik perkotaan. Begitu juga anak-anaknya yang sudah banyak lulus sarjana.

Selain pembangunan fisik, dia juga tak melupakan pembangunan rohani. Dia berharap keluarganya satu ompu (tiga keturunan) dapat menikmati hidupnya dengan aman dan nyaman.

Berbagai kisah ini dilengkapi dengan semakin derasnya minat investasi oleh perantauan, bukan tak mungkin pembangunan kampung halaman akan mensejahterakan warganya, khususnya di kalangan warga Batak.

Baca: Pemerintah ingin Ubah Sibisa Menjadi Nusa Dua ala Bali

Maka tak salah pemerintah sudah mulai jor-joran membangun lapangan udara, pelabuhan, infrastruktur jalan dan lain sebagainya, untuk mempercepat pembangunan yang dimaksud. (adm)

Nb. Yuk gabung IICH dan IMECH 
Share on Google Plus

About peace

Berita Dekho (www.beritadekho.com) merupakan media nasional yang pada awalnya didirikan untuk mempromosikan potensi alumni Indonesia yang pernah kuliah dan menimba ilmu di India dan negara-negara Asia Selatan. Lihat info selanjutnya di sini

0 comments:

Post a Comment

loading...