BeritaDEKHO - Oleh: Julkifli Marbun (*)
Belakangan pemerintah melalui kepolisian menghimbau masyarakat untuk tidak membanjiri media sosial dengan hal-hal yang bersifat provokatif dan fitnah.
Himbauan ini bertalian pula dengan Pilkada serentak yang akan dilakukan pada 2017 di seluruh Indonesia, khususnya pada daerah-daerah yang akan melakukan pergantian kepemimpinan.
Tapi di luar itu, media sosial di Indonesia sangat dipenuhi oleh gunjingan dan provokasi. Ini yang membuat banyak orang bertanya mengapa itu bisa terjadi.
Mungkin, banyak faktor yang mempengaruhinya. Tapi semua itu adalah hal yang sangat umum. Seperti, rendahnya pendidikan masyarakat.
Faktor lain adalah terhambatnya komunikasi publik politik partai.
Seperti diketahui hanya sedikit partai yang memiliki akses yang luas di televisi.
Kecuali bagi partai yang memiliki tokoh media, seperti Nasdem, Golkar dan Perindo, partai lain sangat tidak mempunyai pengaruh di media.
Hasilnya, mereka sangat memerlukan peran media sosial dan alternatif lainnya, untuk menyuarakan kepentingan mereka. Baik dengan jalur resmi maupun non resmi alias bayangan.
Di era media yang memihak sekarang, di mana media-media besar sudah terang-terangan memihak, maka perlu ada keseimbangan di mana semua partai punya akses ke semua media.
Apalagi setelah itu?
Mungkin faktor yang ketiga ini patut diperhatikan oleh pemerintah sekarang maupun masa depan. Bahwa, negara maupun pemerintah harus eksis di media sosial.
Tak perlu kiranya menyalahkan masyarakat, ketika media sosial dibombardir dengan provokasi oleh pemilik-pemilik akun anonim.
Semua itu dapat diseimbangkan dengan keberadaan negara dan pemerintah di dalamnya.
Nah, bagaimana cara membuat agar negara terus eksis di semua lini masyarakat termasuk media sosial.
Tunjukkan prestasi. Jangan hanya menunjukkan tekad untuk memburu mereka yang anonim sehingga membuat kebebasan berekspresi di dunia maya bagi warga biasa menjadi terganggu.
Bukankah prestasi pemerintah sudah banyak? Benar, tapi mungkin saja masih kurang. Dan satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa media sosial membutuhkan kontinuitas alias keberkelanjutan.
Belakangan pemerintah melalui kepolisian menghimbau masyarakat untuk tidak membanjiri media sosial dengan hal-hal yang bersifat provokatif dan fitnah.
Himbauan ini bertalian pula dengan Pilkada serentak yang akan dilakukan pada 2017 di seluruh Indonesia, khususnya pada daerah-daerah yang akan melakukan pergantian kepemimpinan.
Tapi di luar itu, media sosial di Indonesia sangat dipenuhi oleh gunjingan dan provokasi. Ini yang membuat banyak orang bertanya mengapa itu bisa terjadi.
Mungkin, banyak faktor yang mempengaruhinya. Tapi semua itu adalah hal yang sangat umum. Seperti, rendahnya pendidikan masyarakat.
Faktor lain adalah terhambatnya komunikasi publik politik partai.
Seperti diketahui hanya sedikit partai yang memiliki akses yang luas di televisi.
Kecuali bagi partai yang memiliki tokoh media, seperti Nasdem, Golkar dan Perindo, partai lain sangat tidak mempunyai pengaruh di media.
Hasilnya, mereka sangat memerlukan peran media sosial dan alternatif lainnya, untuk menyuarakan kepentingan mereka. Baik dengan jalur resmi maupun non resmi alias bayangan.
Di era media yang memihak sekarang, di mana media-media besar sudah terang-terangan memihak, maka perlu ada keseimbangan di mana semua partai punya akses ke semua media.
Apalagi setelah itu?
Mungkin faktor yang ketiga ini patut diperhatikan oleh pemerintah sekarang maupun masa depan. Bahwa, negara maupun pemerintah harus eksis di media sosial.
Tak perlu kiranya menyalahkan masyarakat, ketika media sosial dibombardir dengan provokasi oleh pemilik-pemilik akun anonim.
Semua itu dapat diseimbangkan dengan keberadaan negara dan pemerintah di dalamnya.
Nah, bagaimana cara membuat agar negara terus eksis di semua lini masyarakat termasuk media sosial.
Tunjukkan prestasi. Jangan hanya menunjukkan tekad untuk memburu mereka yang anonim sehingga membuat kebebasan berekspresi di dunia maya bagi warga biasa menjadi terganggu.
Bukankah prestasi pemerintah sudah banyak? Benar, tapi mungkin saja masih kurang. Dan satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa media sosial membutuhkan kontinuitas alias keberkelanjutan.
Yang dimaksud dengan keberkelanjutan adalah, di mana setiap bulan atau bahkan setiap minggu, pemerintah harus selalu membuat efek 'wah' di media sosial.
Dengan begitu memori masyarakat akan terus terpelihara untuk menumbuhkan benih-benih optimis di pikiran publik, khususnya netizen.
Perlu diingat, publik yang pesimis atau dibiarkan pesimis akan mudah menjadi ladang provokasi oleh mereka-mereka yang ingin mengadudomba bangsa.
Dan perlu juga diingat, bahwa prestasi bukanlah berkutat pada hal-hal yang biasa saja. Tapi juga mencakup sesuatu yang luar biasa.
Misalnya, kebijakan pemerintah melakukan pemerataan di Papua. Apakah itu bukan prestasi? Jawabannya tentu iya. Tapi, di balik itu, publik akan menilai bahwa itu sebenarnya lebih kepada kewajiban negara yang selama ini hanya tertunda dilakukan atau tidak mampu dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya.
Lalu apa lagi? Well banyak sekali. Coba lihat contohnya di bawah ini dalam sektor pertahanan. Tapi, ini hanya contoh saja.
Pada bulan Januari: Pemerintah umumkan akan memproduksi tank buatan dalam negeri. Lalu biarkan publik membahas itu selama sebulan penuh. Pada Februari: Pemerintah umumkan memproduksi pesawat siluman sendiri karena proyek dengan Korea belum jelas. Maret: Pemerintah mengumumkan produksi kapal selam sendiri sebagai proyek percontohan. April: Pemerintah umumkan produksi kapal induk kecil menuju kapal induk besar. Mei: Pemerintah umumkan produksi rudak balistik antar benua. Juni: Pemerintah umumkan produksi roket pengangkut satelit (RPS) untuk suborbital. Juli: Pemerintah umumkan pendirian laboratorium penelitian di antartika.
Agustus: Pemerintah umumkan dimulainya proyek kolonisasi Mars oleh warga Indonesia. September: Pemerintah umumkan pendirian pembangunan stasiun ruang angkasa sendiri. Oktober: Pemerintah umumkan proyek pengembangan bulan sebagai alternatif transmigrasi. November: Pemerintah umumkan produksi sistem pertahanan udara sendiri. Desember: Pemerintah umumkan wacana reka ulang bomber sendiri berdasarkan desain pesawat yang pernah dimiliki Indonesia seperti TU-16.
Tahun berikutnya tinggal mengumumkan update dari pekerjaan sebelumnya. Dan ini masih dari sektor pertahanan. Masih banyak gebrakan lainnya yang dapat diwacanakan pemerintah di sektor-sektor lain, khususnya ekonomi.
Pemerintah harus memahami, media sosial saat ini dan di masa depan, haus dengan isu. Jangan pernah biarkan mereka yang haus di'makan' oleh serigala-serigala provokator saja. Beri mereka inti pembahasan yang optimis bila negara ingin maju. Beri narasi pesimis bila ingin sebaliknya.
Keberadaan negara di media sosial harus semakin intens khususnya menjelang Pilkada sekarang ini. Netizen harus dibombardir dengan program-program masa depan yang menakjubkan tapi juga realistis.
Semoga untuk ke depan, negara dalam hal ini pemerintah tidak kecolongan lagi menguasai media sosial. Menguasai di sini artinya bersahabat dan berteman dengan media yang mau tidak mau akan selalu eksis untuk masa-masa ke depan. (adm)
* Alumni India
Nb. Yuk gabung IICH dan IMECH
Dengan begitu memori masyarakat akan terus terpelihara untuk menumbuhkan benih-benih optimis di pikiran publik, khususnya netizen.
Perlu diingat, publik yang pesimis atau dibiarkan pesimis akan mudah menjadi ladang provokasi oleh mereka-mereka yang ingin mengadudomba bangsa.
Dan perlu juga diingat, bahwa prestasi bukanlah berkutat pada hal-hal yang biasa saja. Tapi juga mencakup sesuatu yang luar biasa.
Misalnya, kebijakan pemerintah melakukan pemerataan di Papua. Apakah itu bukan prestasi? Jawabannya tentu iya. Tapi, di balik itu, publik akan menilai bahwa itu sebenarnya lebih kepada kewajiban negara yang selama ini hanya tertunda dilakukan atau tidak mampu dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya.
Lalu apa lagi? Well banyak sekali. Coba lihat contohnya di bawah ini dalam sektor pertahanan. Tapi, ini hanya contoh saja.
Pada bulan Januari: Pemerintah umumkan akan memproduksi tank buatan dalam negeri. Lalu biarkan publik membahas itu selama sebulan penuh. Pada Februari: Pemerintah umumkan memproduksi pesawat siluman sendiri karena proyek dengan Korea belum jelas. Maret: Pemerintah mengumumkan produksi kapal selam sendiri sebagai proyek percontohan. April: Pemerintah umumkan produksi kapal induk kecil menuju kapal induk besar. Mei: Pemerintah umumkan produksi rudak balistik antar benua. Juni: Pemerintah umumkan produksi roket pengangkut satelit (RPS) untuk suborbital. Juli: Pemerintah umumkan pendirian laboratorium penelitian di antartika.
Agustus: Pemerintah umumkan dimulainya proyek kolonisasi Mars oleh warga Indonesia. September: Pemerintah umumkan pendirian pembangunan stasiun ruang angkasa sendiri. Oktober: Pemerintah umumkan proyek pengembangan bulan sebagai alternatif transmigrasi. November: Pemerintah umumkan produksi sistem pertahanan udara sendiri. Desember: Pemerintah umumkan wacana reka ulang bomber sendiri berdasarkan desain pesawat yang pernah dimiliki Indonesia seperti TU-16.
Tahun berikutnya tinggal mengumumkan update dari pekerjaan sebelumnya. Dan ini masih dari sektor pertahanan. Masih banyak gebrakan lainnya yang dapat diwacanakan pemerintah di sektor-sektor lain, khususnya ekonomi.
Pemerintah harus memahami, media sosial saat ini dan di masa depan, haus dengan isu. Jangan pernah biarkan mereka yang haus di'makan' oleh serigala-serigala provokator saja. Beri mereka inti pembahasan yang optimis bila negara ingin maju. Beri narasi pesimis bila ingin sebaliknya.
Keberadaan negara di media sosial harus semakin intens khususnya menjelang Pilkada sekarang ini. Netizen harus dibombardir dengan program-program masa depan yang menakjubkan tapi juga realistis.
Semoga untuk ke depan, negara dalam hal ini pemerintah tidak kecolongan lagi menguasai media sosial. Menguasai di sini artinya bersahabat dan berteman dengan media yang mau tidak mau akan selalu eksis untuk masa-masa ke depan. (adm)
* Alumni India
Nb. Yuk gabung IICH dan IMECH
0 comments:
Post a Comment