Ketegangan politik kembali mencuat di India setelah pengesahan RUU Waqf yang memicu reaksi keras dari oposisi, terutama dari tokoh Kongres, Rahul Gandhi. Dalam pernyataannya, Gandhi menilai bahwa RUU tersebut merupakan bentuk serangan langsung terhadap komunitas Muslim dan bisa menjadi preseden berbahaya bagi kelompok minoritas lainnya di India.
RUU Waqf yang disahkan oleh Rajya Sabha dengan dukungan 128 suara berbanding 95 suara penolak ini, sebelumnya telah lolos di Lok Sabha pada awal April. Pemerintah menyatakan bahwa aturan ini bertujuan untuk menertibkan pengelolaan properti Waqf, tetapi oposisi mencium adanya motif politis yang berpotensi menyingkirkan hak-hak komunitas Muslim.
Rahul Gandhi menyampaikan bahwa RUU ini adalah bagian dari tren yang lebih besar dalam pemerintahan saat ini, yang menurutnya berusaha melemahkan struktur sosial pluralistik India. Ia menekankan pentingnya melindungi hak-hak konstitusional semua warga, tanpa memandang latar belakang agama atau etnisitas.
Menurut Gandhi, pengesahan RUU ini dapat membuka jalan bagi marginalisasi yang lebih luas terhadap komunitas Muslim dan bisa diterapkan terhadap komunitas lain di masa depan. Ia menilai hal ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap semangat sekularisme yang menjadi dasar negara India.
"RUU ini bukan hanya menyerang komunitas Muslim, tetapi juga mengancam semua komunitas minoritas yang memiliki struktur keagamaan atau sosial tersendiri," ujar Gandhi dalam konferensi pers di New Delhi. Ia menambahkan bahwa partai Kongres akan terus menentang undang-undang ini baik di parlemen maupun di pengadilan.
Pemerintah India di bawah kepemimpinan BJP menyatakan bahwa undang-undang ini diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan aset Waqf dan meningkatkan transparansi. Namun, para pengkritik menilai bahwa aturan tersebut digunakan sebagai alat politik untuk membatasi kebebasan beragama komunitas Muslim.
Isu ini pun memicu perdebatan sengit di parlemen, dengan beberapa anggota menyatakan bahwa langkah ini mengabaikan konsultasi dengan komunitas terdampak dan tidak melalui proses demokratis yang inklusif. Mereka menyebut bahwa masukan dari ulama dan pemangku kepentingan Muslim diabaikan dalam penyusunan beleid ini.
Rahul Gandhi juga menuduh pemerintah sengaja memanfaatkan isu ini menjelang pemilu untuk mengalihkan perhatian publik dari masalah ekonomi dan pengangguran. Menurutnya, politik identitas digunakan untuk memecah belah masyarakat dan menguatkan basis elektoral partai penguasa.
Sejumlah organisasi Muslim dan kelompok masyarakat sipil telah mulai melakukan aksi protes di berbagai kota besar India. Mereka menuntut pembatalan undang-undang tersebut dan menyerukan dialog yang lebih terbuka dengan pemerintah mengenai kebijakan yang menyentuh hak keagamaan.
Media lokal melaporkan bahwa beberapa aksi unjuk rasa berlangsung damai, namun aparat keamanan dikerahkan secara besar-besaran untuk mencegah kemungkinan kerusuhan. Pemerintah pusat mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi dan tetap menjaga ketertiban umum.
Sementara itu, analis politik menilai bahwa isu ini dapat mempengaruhi dinamika politik nasional menjelang pemilu mendatang. Oposisi diperkirakan akan menjadikan RUU Waqf sebagai salah satu isu sentral dalam kampanye mereka untuk merebut kembali kepercayaan publik.
Dalam konteks sejarah India yang penuh keberagaman, RUU Waqf menjadi simbol pertarungan antara dua pandangan besar tentang arah masa depan negara: pluralisme versus nasionalisme agama. Hal ini menunjukkan betapa rentannya tatanan sosial ketika politik identitas dimainkan secara strategis.
Beberapa pengamat juga menyoroti potensi ketegangan antar komunitas yang bisa meningkat akibat retorika politik yang menyulut emosi. Mereka menegaskan perlunya pendekatan yang lebih bijak dan damai dalam mengatasi persoalan kebijakan publik yang menyentuh isu keagamaan.
Rahul Gandhi menyerukan kepada seluruh masyarakat India, terutama generasi muda, untuk tidak tinggal diam menghadapi ketidakadilan. Ia mengatakan bahwa menjaga integritas dan keberagaman bangsa adalah tugas seluruh warga negara, bukan hanya para pemimpin politik.
RUU Waqf kini telah menjadi undang-undang, namun perjuangan hukum dan politik dari oposisi tampaknya belum akan berhenti. Para pakar hukum memperkirakan akan ada gugatan konstitusional terhadap undang-undang ini dalam waktu dekat.
Di tengah ketegangan yang meningkat, suara-suara yang menyerukan dialog dan rekonsiliasi semakin keras terdengar. Banyak tokoh masyarakat menilai bahwa satu-satunya jalan keluar dari konflik ini adalah membangun komunikasi yang jujur dan terbuka antar semua pihak.
India, sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, kembali diuji dalam kemampuannya untuk menyeimbangkan kepentingan mayoritas dan hak-hak minoritas. Bagaimana negara ini menanggapi isu RUU Waqf bisa menjadi cermin bagi masa depan demokrasi dan kebinekaan di Asia Selatan.
Rahul Gandhi, yang semakin vokal dalam mengkritik kebijakan pemerintah, tampaknya menjadikan isu ini sebagai medan penting dalam perjuangan politiknya. Ia berharap masyarakat tidak hanya menilai dari narasi resmi, tetapi juga melihat dampak riil terhadap komunitas yang terpinggirkan.
Dengan eskalasi isu yang masih berlangsung, mata publik kini tertuju pada Mahkamah Agung India, parlemen, dan suara masyarakat sipil. Ke mana arah kebijakan India selanjutnya akan sangat ditentukan oleh cara negara ini merespons keresahan warga terhadap RUU kontroversial ini.