BeritaDEKHO - Polemik memotong zakat secara langsung dari gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS/ASN) berujung panjang.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD pun membuat penjelasan soal Rukun Islam ke-4 tersebut di akunnya @mohmahfudmd. Dia meminta pemerintah melalui Menteri Agama yang mewacanakannya meninjau kembali pikiran tersebut.
"Niatnya Pak Menag mungkin baik. Utk berbuat baik kadang hrs setengah dipaksa, Tp zakat itu baru wajib jika sdh mencapai nishab & haul (tersimpan setahun). Bgmn kalau gaji PNS tak mencapai nishab & haul, msl, krn bayar hutang & keperluan lain? Pikir lg lah," tulisnya.
Baca di sini untuk selengkapnya soal desakan ke Menag tersebut di sini
Penjelasnnya itu membuat followernya semakin penasaran. Untuk itu dia memberi penjelasan bahwa jikalaupun PNS bergaji Rp10 juta, belum tentu wajib zakat jika tidak memenuhi syarat-syarat.
"Misal: Seorang PNS bergaji 10 jt/bulan itu blm tentu eajib zakat. Gajinya dipakai makan, transport, SPP kuliah anak, cicilan rumah, dll. Misalkan tiap bulan bs nabung 3 juta maka jg blm wajib zakat sebab komulasi tabungannga 1 thn hny 36 jt, blm nishab. Masa, mau dipotong zakat?," tulisnya di akun @mohmahfudmd.
Ketika seorang followernya menimpali bahwa yang dimaksud oleh wacana tersebut adalah zakat profesi, dia tetap mengatakan bahwa standarnya tetap harus zakat maal.
"Zakat profesi itu istilah baru saja, bkn istilah naqly. Tapi tetap penyetaraan nishabnya adl zakat maal, misal, kalau MUI menyetarakan dgn 85 gram mas. Jadi tetap hrs nishab dan haul. Kalau tdk nishab dan haul namanya zakat harta rikaz. Itu lain lagi. Beda lagi dgn zakat fithrah," jelasnya.
Baca selengkapnya soal penjelasan tersebut di sini
Beredar di media, hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak. (baca)
Penjelasan ini seperti menerangkan kembali praktik-praktik dan kesalahan fatal oleh amil-amil zakat di kalangan Muslim, khususnya yang awam. Biasanya yang tinggal di pedesaan.
Dalam sebuah masyarakat Batak Islam, dan mungkin bisa saja terjadi di komunitas lain, amil zakat yang tidak mengerti, secara langsung maupun tidak langsung melalui mulut ke mulut, sering melakukan cara-cara 'pemaksaan' non-proporsional kepada ummat dalam hal menunaikan zakat maal.
Tanpa menjelaskan syarat-syarat soal haul, nasab dll, amil yang nakal atau tak mengerti itu sering memaksakan pembayaran zakat ke sebagian warganya. Kadang disertai ancaman tidak dimandikan jenazahnya, dikucilkan atau diumumkan melalui mikrofon.
Walaupun yang bersangkutan sudah menjelaskan bahwa di tahun tersebut, secara kebetulan dia tidak memenuhi syarat-syaratnya.
Tindakan ini, walau tidak masif, mengakibatkan hasil kontraproduktif kepada ummat, khususnya dalam hal menciptakan keharmonisan dan kesinambungan dakwah. (adm)
Nb. Yuk gabung IICH dan IMECH
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD pun membuat penjelasan soal Rukun Islam ke-4 tersebut di akunnya @mohmahfudmd. Dia meminta pemerintah melalui Menteri Agama yang mewacanakannya meninjau kembali pikiran tersebut.
"Niatnya Pak Menag mungkin baik. Utk berbuat baik kadang hrs setengah dipaksa, Tp zakat itu baru wajib jika sdh mencapai nishab & haul (tersimpan setahun). Bgmn kalau gaji PNS tak mencapai nishab & haul, msl, krn bayar hutang & keperluan lain? Pikir lg lah," tulisnya.
Baca di sini untuk selengkapnya soal desakan ke Menag tersebut di sini
Penjelasnnya itu membuat followernya semakin penasaran. Untuk itu dia memberi penjelasan bahwa jikalaupun PNS bergaji Rp10 juta, belum tentu wajib zakat jika tidak memenuhi syarat-syarat.
"Misal: Seorang PNS bergaji 10 jt/bulan itu blm tentu eajib zakat. Gajinya dipakai makan, transport, SPP kuliah anak, cicilan rumah, dll. Misalkan tiap bulan bs nabung 3 juta maka jg blm wajib zakat sebab komulasi tabungannga 1 thn hny 36 jt, blm nishab. Masa, mau dipotong zakat?," tulisnya di akun @mohmahfudmd.
Ketika seorang followernya menimpali bahwa yang dimaksud oleh wacana tersebut adalah zakat profesi, dia tetap mengatakan bahwa standarnya tetap harus zakat maal.
"Zakat profesi itu istilah baru saja, bkn istilah naqly. Tapi tetap penyetaraan nishabnya adl zakat maal, misal, kalau MUI menyetarakan dgn 85 gram mas. Jadi tetap hrs nishab dan haul. Kalau tdk nishab dan haul namanya zakat harta rikaz. Itu lain lagi. Beda lagi dgn zakat fithrah," jelasnya.
Baca selengkapnya soal penjelasan tersebut di sini
Beredar di media, hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak. (baca)
Penjelasan ini seperti menerangkan kembali praktik-praktik dan kesalahan fatal oleh amil-amil zakat di kalangan Muslim, khususnya yang awam. Biasanya yang tinggal di pedesaan.
Dalam sebuah masyarakat Batak Islam, dan mungkin bisa saja terjadi di komunitas lain, amil zakat yang tidak mengerti, secara langsung maupun tidak langsung melalui mulut ke mulut, sering melakukan cara-cara 'pemaksaan' non-proporsional kepada ummat dalam hal menunaikan zakat maal.
Tanpa menjelaskan syarat-syarat soal haul, nasab dll, amil yang nakal atau tak mengerti itu sering memaksakan pembayaran zakat ke sebagian warganya. Kadang disertai ancaman tidak dimandikan jenazahnya, dikucilkan atau diumumkan melalui mikrofon.
Walaupun yang bersangkutan sudah menjelaskan bahwa di tahun tersebut, secara kebetulan dia tidak memenuhi syarat-syaratnya.
Tindakan ini, walau tidak masif, mengakibatkan hasil kontraproduktif kepada ummat, khususnya dalam hal menciptakan keharmonisan dan kesinambungan dakwah. (adm)
Nb. Yuk gabung IICH dan IMECH