Pasar otomotif Suriah menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Setelah bertahun-tahun terpuruk akibat konflik dan isolasi ekonomi, negeri yang tengah berbenah ini mulai membuka diri terhadap arus perdagangan dan inovasi teknologi, terutama di sektor transportasi. Sejak awal 2025, gelombang kendaraan impor—baik konvensional maupun listrik—mulai membanjiri pasar domestik, mencerminkan gairah baru dalam sektor yang dulu hampir mati.
Langkah signifikan ini terlihat dari kedatangan mobil listrik di perbatasan Suriah-Yordania yang diimpor oleh perusahaan swasta lokal. Tak lama kemudian, ratusan unit mobil asal Korea Selatan juga tiba di Pelabuhan Tartus. Gambar-gambar kendaraan yang berjejer rapi di pelabuhan menjadi simbol transformasi Suriah ke arah ekonomi yang lebih terbuka dan modern.
Pemerintah Suriah sendiri telah menunjukkan komitmennya terhadap masa depan transportasi hijau. Melalui Keputusan No. 240 Tahun 2024, otoritas memberikan insentif besar untuk mobil listrik. Bea masuk mobil listrik rakitan lokal diturunkan menjadi 10%, sementara mobil listrik impor hanya dikenai tarif 20%. Ini merupakan sinyal kuat bahwa negara siap mendukung adopsi teknologi bersih dan efisien.
Langkah ini bukan hanya sekadar kebijakan ramah lingkungan, tetapi juga memiliki dampak ekonomi yang luas. Ekonom transportasi Amer Deeb menyebut bahwa Suriah kini sedang membangun fondasi pasar otomotif yang lebih sehat dan inklusif. Ia memprediksi bahwa permintaan terhadap mobil listrik akan meningkat tajam dalam 12 bulan ke depan, mengingat kebutuhan besar masyarakat terhadap kendaraan pribadi yang hemat biaya operasional.
Kehadiran mobil-mobil ini menciptakan dinamika baru di pasar. Harga mobil—baik listrik maupun konvensional—mengalami penurunan signifikan, menjadikannya lebih terjangkau bagi kalangan menengah. Sebagai contoh, Hyundai Sonata keluaran 2011 yang dulunya mencapai 700 juta pound kini dapat dibeli hanya dengan sekitar 10.000 dolar AS. Penurunan harga ini membuka peluang kepemilikan kendaraan bagi lebih banyak warga.
Pedagang otomotif di Damaskus, Ammar al-Masri, mengakui bahwa meski banyak mobil impor adalah unit bekas, konsumen kini memiliki lebih banyak pilihan dengan harga yang masuk akal. Ia menyebut bahwa mobil buatan Korea dan Tiongkok tahun lama kini dibanderol mulai dari 1.500 hingga 6.000 dolar AS, sementara mobil baru dibanderol mulai 8.000 dolar. Ini adalah perkembangan positif yang belum pernah terjadi sejak satu dekade terakhir.
Salah satu perubahan terbesar adalah pergeseran arah kebijakan ekonomi Suriah. Tidak lagi sepenuhnya bergantung pada blok lama seperti Rusia dan Iran, Damaskus kini aktif menjalin kerja sama baru dengan negara-negara seperti Turki dan Qatar. Pendekatan ini mencerminkan semangat baru yang inklusif dan pragmatis, membuka peluang bagi investasi asing dan alih teknologi, khususnya di sektor transportasi dan energi terbarukan.
Meskipun masih ada tantangan dalam infrastruktur dan daya beli, pemerintah percaya bahwa langkah awal ini akan memicu pertumbuhan sektor otomotif dan mendukung aktivitas ekonomi lainnya. Mobil listrik yang masuk ke pasar tidak hanya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar impor, tetapi juga menciptakan peluang bisnis baru di bidang suku cadang, layanan servis, dan pelatihan teknis.
Kebijakan yang mendukung kendaraan listrik juga sejalan dengan upaya global dalam mengurangi emisi karbon dan memperkuat ketahanan energi. Bagi Suriah, ini merupakan kesempatan untuk melangkah sejajar dengan tren dunia, sembari menciptakan lapangan kerja di bidang industri otomotif yang sedang tumbuh.
Menurut analis ekonomi Mohammed al-Salloum, besarnya arus impor mobil beberapa bulan terakhir—yang diperkirakan mencapai 1,5 miliar dolar—adalah indikasi gairah pasar yang luar biasa. Ia menekankan bahwa dengan pengelolaan yang tepat, momentum ini bisa menjadi batu loncatan bagi penciptaan industri perakitan lokal dan infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik.
Al-Salloum mengusulkan agar pemerintah menggunakan sebagian dari momentum ini untuk mendorong proyek-proyek infrastruktur strategis, seperti pembangunan kawasan industri otomotif dan dukungan bagi UMKM di bidang energi hijau. Ia menyebut, perputaran dana dalam sektor ini bisa menciptakan efek berantai yang luas, mulai dari peningkatan lapangan kerja hingga penguatan ekonomi lokal.
Dengan pasar mobil yang terus tumbuh, Suriah kini berada di jalur yang menjanjikan. Masyarakat yang dulu hanya bisa bermimpi memiliki kendaraan pribadi, kini mulai mengakses pilihan-pilihan yang lebih terjangkau dan berkelanjutan. Perusahaan lokal pun semakin termotivasi untuk ikut berinovasi dan mendukung ekosistem otomotif nasional.
Langkah-langkah ini juga membuka jalan bagi adopsi kendaraan listrik dalam skala lebih besar. Jika pemerintah mampu mengembangkan infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian daya dan regulasi insentif lainnya, maka kendaraan listrik bisa menjadi tulang punggung transportasi publik dan pribadi di masa depan.
Program mobil listrik ini tidak hanya soal efisiensi, tapi juga tentang membangun kepercayaan terhadap masa depan Suriah. Keberhasilan dalam sektor ini akan menjadi sinyal bahwa negeri ini mampu bangkit, memodernisasi ekonominya, dan kembali menjadi pemain penting di kancah regional.
Kini, ketika kendaraan-kendaraan itu meluncur perlahan di jalanan Damaskus dan Aleppo, warga Suriah bisa melihat harapan yang nyata di balik kaca depan mereka: bahwa pemulihan bukan lagi sekadar mimpi, melainkan kenyataan yang sedang dibangun, satu kilometer demi satu kilometer.