BeritaDEKHO - Perjalanan karir kementerian Juwono Sudarsono cukup fantastik. Bayangkan, dalam waktu 30 bulan, ia pernah menjadi menteri di bawah tiga presiden berbeda. Pertama kali, masuk jajaran kabinet era Soeharto, dia menjabat Menteri Lingkungan Hidup. Lalu di bawah pemerintahan Habibie, Juwono Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dan, di bawah pemerintahan Abdurrahman Wahid, ia Menteri Pertahanan; ia orang sipil pertama yang menjabat menteri pertahanan. Sebelumnya jabatan itu selalu diisi oleh militer. Semasa menjalankan tugas sebagai Menteri Pertahanan di era Gus Dur, Juwono terserang stroke. Posisinya lalu digantikan oleh Mahfud MD. Setelah sempat menghilang dari deretan menteri selama kepmimpinan Megawati, saat itu Juwono ditugaskan sebagai Duta Besar RI di Inggris, dia kembali masuk ke jajaran pemimpin departemen. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempercayakan jabatan Menteri Pertahanan kepadanya. Maka, Juwono Sudarsono pun terkenal dengan sebutan "menteri untuk empat presiden".
Sebelum masuk kabinet demi kabinet, Juwono dikenal sebagai pakar ilmu politik. Masalah-masalah internasional menjadi spesialisasi pengajar di FISIP Universitas Indonesia ini.
Anak bungsu dari empat bersaudara ini dibesarkan dalam keluarga pejabat tinggi. Pria kelahiran Ciamis, Jawa Barat, 5 Maret 1942 ini putra Dr. Sudarsono (almarhum), diplomat terkenal yang pernah menjabat menteri sosial, menteri dalam negeri, dan terakhir duta besar RI untuk Yugoslavia. Sejak kecil ia sudah melalang dunia. Setelah menyelesaikan sekolah dasar di India, Juwono memasuki SMP Cikini, Jakarta. Ia kesulitan mengadaptasi bahasa. "Bahasa Indonesia saya tak becus," tuturnya. Empat tahun kemudian, ia melanjutkan sekolah lanjutan atas di Inggris.
Pendidikan tinggi sebagian besar ia timba di luar negeri. Meraih gelar sarjana publisistik di UI, 1965, selanjutnya Juwono kuliah di jurusan Ilmu Politik dan Asian Studies di Universitas California, Berkeley, AS, 1971. Program doktornya berlangsung di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan Politik London, 1978. Juwono juga pernah kuliah di Institut Ilmu Sosial di Den Haag, Belanda, dan pernah pula belajar di Austria. Maka itu, bisa dibilang, dunia akamedik ini memang pas baginya.
Namun, dunia birokrasi politik pada akhirnya mendekapnya. Mulanya, semasa pemerintahan Soeharto, Juwono Sudarsono diikat untuk mengurus Lemhanas sebagai Wakil Gubernur. Dari sinilah awal mula Juwono mulai merambah jalur birokrasi politik sebagai menteri kabinet.
Sebagai orang berpengalaman mengurus departemen, Juwono termasuk cerdas mengajukan kebijakan yang sesuai dengan napas zaman. Setelah lima tahun reformasi bergulir, perlahan Juwono mulai mengisyaratkan tahap akhir reformasi di tubuh TNI. "Saat ini sedang disusun pokja yang terdiri dari Dephan dan Mabes TNI guna menyusun peta jalan TNI ke depan," ujarnya. Salah satu agenda penting yang diajukan adalah integrasi TNI-Polri di bawah departemen yang dipimpinya. Selain itu, bisnis tentara juga menjadi proyeksi kerja yang siap diselesaikannya. Untuk hal ini, Juwono mengatakan, "Semua unit usaha di TNI akan dikonversi menjadi seperti BUMN. Jadi seperti di Thailand, akan ada BUMN militer."
Nah, selain soal integrasi TNI di bawah Dephan dan bisnis tentara, nama Juwono akhir-akhir ini juga sering disebut terkait dengan usaha pencabutan embargo senjata dari AS. Hal terkahir ini sekarang menjadi pekerjaan rumah baginya. Dia bertekad untuk membuat lobi langsung dengan Kongres Negeri Paman Sam. "Saya akan bicara dengan Direktorat Eropa dan Amerika Utara Deplu. Masalah inti adalah membuat pemetaan, senator mana yang perlu digarap, senator mana yang bisa diyakinkan tanpa uang, dan senator mana yang perlu uang," katanya.
Wah, betapa sibuknya bapak dua anak ini. Penggemar fotografi dan novel klasik Inggris ini tetap menyempatkan dirinya menjaga kesehatan dengan berolahraga ringan. Apalagi, pada 1999 lalu dia sempat terserang stroke. Walau demikian, "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan soal kesehatan. Mungkin kaki kanan saya yang sampai saat ini masih agak kaku. Selebihnya tidak ada masalah," ujarnya.
Menikah dengan Prihanum Martina, Juwono dikaruniai dua anak. (ahmad.web.id)
Sebelum masuk kabinet demi kabinet, Juwono dikenal sebagai pakar ilmu politik. Masalah-masalah internasional menjadi spesialisasi pengajar di FISIP Universitas Indonesia ini.
Anak bungsu dari empat bersaudara ini dibesarkan dalam keluarga pejabat tinggi. Pria kelahiran Ciamis, Jawa Barat, 5 Maret 1942 ini putra Dr. Sudarsono (almarhum), diplomat terkenal yang pernah menjabat menteri sosial, menteri dalam negeri, dan terakhir duta besar RI untuk Yugoslavia. Sejak kecil ia sudah melalang dunia. Setelah menyelesaikan sekolah dasar di India, Juwono memasuki SMP Cikini, Jakarta. Ia kesulitan mengadaptasi bahasa. "Bahasa Indonesia saya tak becus," tuturnya. Empat tahun kemudian, ia melanjutkan sekolah lanjutan atas di Inggris.
Pendidikan tinggi sebagian besar ia timba di luar negeri. Meraih gelar sarjana publisistik di UI, 1965, selanjutnya Juwono kuliah di jurusan Ilmu Politik dan Asian Studies di Universitas California, Berkeley, AS, 1971. Program doktornya berlangsung di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan Politik London, 1978. Juwono juga pernah kuliah di Institut Ilmu Sosial di Den Haag, Belanda, dan pernah pula belajar di Austria. Maka itu, bisa dibilang, dunia akamedik ini memang pas baginya.
Namun, dunia birokrasi politik pada akhirnya mendekapnya. Mulanya, semasa pemerintahan Soeharto, Juwono Sudarsono diikat untuk mengurus Lemhanas sebagai Wakil Gubernur. Dari sinilah awal mula Juwono mulai merambah jalur birokrasi politik sebagai menteri kabinet.
Sebagai orang berpengalaman mengurus departemen, Juwono termasuk cerdas mengajukan kebijakan yang sesuai dengan napas zaman. Setelah lima tahun reformasi bergulir, perlahan Juwono mulai mengisyaratkan tahap akhir reformasi di tubuh TNI. "Saat ini sedang disusun pokja yang terdiri dari Dephan dan Mabes TNI guna menyusun peta jalan TNI ke depan," ujarnya. Salah satu agenda penting yang diajukan adalah integrasi TNI-Polri di bawah departemen yang dipimpinya. Selain itu, bisnis tentara juga menjadi proyeksi kerja yang siap diselesaikannya. Untuk hal ini, Juwono mengatakan, "Semua unit usaha di TNI akan dikonversi menjadi seperti BUMN. Jadi seperti di Thailand, akan ada BUMN militer."
Nah, selain soal integrasi TNI di bawah Dephan dan bisnis tentara, nama Juwono akhir-akhir ini juga sering disebut terkait dengan usaha pencabutan embargo senjata dari AS. Hal terkahir ini sekarang menjadi pekerjaan rumah baginya. Dia bertekad untuk membuat lobi langsung dengan Kongres Negeri Paman Sam. "Saya akan bicara dengan Direktorat Eropa dan Amerika Utara Deplu. Masalah inti adalah membuat pemetaan, senator mana yang perlu digarap, senator mana yang bisa diyakinkan tanpa uang, dan senator mana yang perlu uang," katanya.
Wah, betapa sibuknya bapak dua anak ini. Penggemar fotografi dan novel klasik Inggris ini tetap menyempatkan dirinya menjaga kesehatan dengan berolahraga ringan. Apalagi, pada 1999 lalu dia sempat terserang stroke. Walau demikian, "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan soal kesehatan. Mungkin kaki kanan saya yang sampai saat ini masih agak kaku. Selebihnya tidak ada masalah," ujarnya.
Menikah dengan Prihanum Martina, Juwono dikaruniai dua anak. (ahmad.web.id)