BeritaDEKHO - Nama lengkapnya Syeikh Nuruddin Muhammad ibnu 'Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad Hamid ar-Raniri al-Quraisyi.
Ar-Raniri dilahirkan di Ranir (sekarang bernama Rander di Surat), sebuah kota pelabuhan tua di pantai Gujarat, India, nama lengkapnya adalah Nurrudin Muhhammad Bin Hasanjin Al-Hamid Al-Syafi’i Al-Syafi’i Al-Raniri. Tahun kelahiranya tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan besar menjelang akhir ke-16. Ar-Raniri wafat kurang lebih pada tahun 1658 M.
Ia adalah seorang sarjana India keturunan Arab. Ranir merupakan kota pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh berbagai bangsa. Antara lain; Mesir, Turki, Arab, Persia, dan India sendiri. Dari kota inilah, para pedagang berlayar dengan dagangannya menuju ke pelabuhan-pelabuhan yang terletak di Semenanjung Melayu dan Sumatra.
Di Ranir, ia mulai belajar Ilmu Agama dan kemudian melanjutkan pelajaranya ke Yaman, Arab Selatan, yang dipandang sebagai pusat studi ilmu agama Islam pada waktu itu. Pada tahun 1621M, ia menuju Makkah dan Madinah untuk menunaikan ibadah haji dan mengunjungi makam Nabi.
Setelah itu, ia kembali ke India. Sebagai seorang ulama, Nuruddin mempunyai sikap yang keras dan tegas dalam menghadapi permasalahan yang bertentangan dengan keyakinannya. Di India misalnya, ia menentang keras agama sinkretis, yaitu suatu agama baru yang merupakan gabungan antara Islam dan Agama Hindu.
Ia mengikuti langkah keluarganya dalam hal pendidikan. Pendidikanya yang pertama diperoleh di Ranir kemudian di lanjutkan ke Hadhramaut. Ketika ia berada di negeri asalnya, ia sudah menguasai banyak tentang ilmu agama. Diantara guru yang paling banyak mempengaruhinya adalah Abu Nafs Syayid Imam bin ‘Abdullah bin Syaiban, ia seorang guru Tarekat Rifaiyah keturunan Hadhramaut Gujarat, India.
Menurut cacatan Azyumardi Azra, Ar-Raniri merupakan tokoh pembaruan di Aceh. Ia mulai melancarkan pembaharuan Islam di Aceh setelah mendapat pijakan yang kuat di Istana Aceh. Pembaruan utamanya adalah memberantas aliran wujudiyah yang dianggapnya sebagai aliran sesat. (baca)
Ar-Raniri dikenal sebagai Syekh Islam yang mempunyai otoritas untuk mengeluarkan fatwa menentang aliran wujudiyah. Bahkan lebih jauh ia mengeluarkan fatwa yang mengarah pada perburuan terhadap orang-orang sesat.
Diantara karya-karya yang pernah ditulis Ar-Raniri adalah :
1) Ash-Shirah Al-Mustaqim (fiqih berbahasa melayu)
2) Bustan As-Salatin fi Dzikir Al-Awwalin wa Al-khirin (Bahasa Melayu)
3) Durrat Al-Fara’idh bi Syarhi Al-‘Aqa’id (akidah, bahasa Melayu)
4) Syifa’ Al-qulub (cara-cara berzikir, bahasa Melayu)
Ar-Raniri disebut pulang kembali ke India setelah dia dikalahkan oleh dua orang murid Hamzah Fansuri (baca) pada suatu perdebatan umum. Ada riwayat mengatakan dia meninggal di India.
Nama Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry diambil dari namanya. (sumber/adm)
Lihat info alumni India lainnya di sini
Sebuah sekolah di Ranir (Rander), Surat, Gujarat, India, dibangun di abad ke-19
Ar-Raniri dilahirkan di Ranir (sekarang bernama Rander di Surat), sebuah kota pelabuhan tua di pantai Gujarat, India, nama lengkapnya adalah Nurrudin Muhhammad Bin Hasanjin Al-Hamid Al-Syafi’i Al-Syafi’i Al-Raniri. Tahun kelahiranya tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan besar menjelang akhir ke-16. Ar-Raniri wafat kurang lebih pada tahun 1658 M.
Ia adalah seorang sarjana India keturunan Arab. Ranir merupakan kota pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh berbagai bangsa. Antara lain; Mesir, Turki, Arab, Persia, dan India sendiri. Dari kota inilah, para pedagang berlayar dengan dagangannya menuju ke pelabuhan-pelabuhan yang terletak di Semenanjung Melayu dan Sumatra.
Di Ranir, ia mulai belajar Ilmu Agama dan kemudian melanjutkan pelajaranya ke Yaman, Arab Selatan, yang dipandang sebagai pusat studi ilmu agama Islam pada waktu itu. Pada tahun 1621M, ia menuju Makkah dan Madinah untuk menunaikan ibadah haji dan mengunjungi makam Nabi.
Setelah itu, ia kembali ke India. Sebagai seorang ulama, Nuruddin mempunyai sikap yang keras dan tegas dalam menghadapi permasalahan yang bertentangan dengan keyakinannya. Di India misalnya, ia menentang keras agama sinkretis, yaitu suatu agama baru yang merupakan gabungan antara Islam dan Agama Hindu.
Ia mengikuti langkah keluarganya dalam hal pendidikan. Pendidikanya yang pertama diperoleh di Ranir kemudian di lanjutkan ke Hadhramaut. Ketika ia berada di negeri asalnya, ia sudah menguasai banyak tentang ilmu agama. Diantara guru yang paling banyak mempengaruhinya adalah Abu Nafs Syayid Imam bin ‘Abdullah bin Syaiban, ia seorang guru Tarekat Rifaiyah keturunan Hadhramaut Gujarat, India.
Menurut cacatan Azyumardi Azra, Ar-Raniri merupakan tokoh pembaruan di Aceh. Ia mulai melancarkan pembaharuan Islam di Aceh setelah mendapat pijakan yang kuat di Istana Aceh. Pembaruan utamanya adalah memberantas aliran wujudiyah yang dianggapnya sebagai aliran sesat. (baca)
Ar-Raniri dikenal sebagai Syekh Islam yang mempunyai otoritas untuk mengeluarkan fatwa menentang aliran wujudiyah. Bahkan lebih jauh ia mengeluarkan fatwa yang mengarah pada perburuan terhadap orang-orang sesat.
Diantara karya-karya yang pernah ditulis Ar-Raniri adalah :
1) Ash-Shirah Al-Mustaqim (fiqih berbahasa melayu)
2) Bustan As-Salatin fi Dzikir Al-Awwalin wa Al-khirin (Bahasa Melayu)
3) Durrat Al-Fara’idh bi Syarhi Al-‘Aqa’id (akidah, bahasa Melayu)
4) Syifa’ Al-qulub (cara-cara berzikir, bahasa Melayu)
Ar-Raniri disebut pulang kembali ke India setelah dia dikalahkan oleh dua orang murid Hamzah Fansuri (baca) pada suatu perdebatan umum. Ada riwayat mengatakan dia meninggal di India.
Nama Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry diambil dari namanya. (sumber/adm)
Lihat info alumni India lainnya di sini
Sebuah sekolah di Ranir (Rander), Surat, Gujarat, India, dibangun di abad ke-19